Jarak
dan Waktu
Selalu
ada yang menyakitkan saat jarak mulai turut campur dalam kehidupan seseorang,
di dalam hubungan seseorang dan selalu ada yang menyakitkan di saat waktu yang
terus berjalan tanpa adanya jeda dan tidak ada yang mengetahui kejadian apa
yang akan terjadi di waktu yang akan datang, tidak ada yang mengetahui dengan
siapa jarak diantara manusia itu akan berlaku. Ya… memang selalu ada dan penuh
dengan enigma. Disaat semua itu terjadi apa yang bisa dilakukan manusia ?
tergantung perspektif masing-masing.
Seperti
yang aku lakukan disini, duduk bersimpuh di depan pusara orang yang sangat aku
cintai orang yang sangat aku hormati, orang yang segala nya bagi semua manusia
di dunia ini. Orang itu adalah ibu, dan di pusara ini adalah ibuku satu-satunya
orang yang kusayangi dan orang yang menyayangi aku di dunia ini dengan tulus.
Ya…
aku sudah merasakan bagaimana sakitnya jarak dan waktu menghampiri ku secara
tiba-tiba. Jarak dan waktu yang mengambil setengah hidup ku secara tiba- tiba.
Dan kenyataan yang paling menyakitkan adalah jarak antara dunia dan akhirat
yang terjadi pada ku saat ini, waktu yang terpisah untuk selamanya.
Kadang
aku berfikir kenapa harus ada pertemuan jika pada akhirnya ada perpisahan,
kenapa harus ada pertemuan jika pada akhirnya jarak dan waktu yang tidak
diinginkan terjadi di hidup kita, seketika itu juga aku berfikir ya itu semua
sudah menjadi rencana Allah SWT.
Aku
ingin menangis meluapkan semua nya, aku ingin teriak sekencang-kencangnya, aku
ingin marah. Tapi aku tidak selemah itu, Aku tidak mau mengeluhkan segala
sesuatu yang telah terjadi. Pertama, jarak dan waktu telah memisahkan aku dan
sahabat tersayang ku. Kedua, jarak dan waktu telah memisahkan aku dan ibu ku.
Tapi
aku salah besar, aku tidak bisa menjadi wanita yang kuat, aku lemah. Karena
tanpa kusadari cairan bening itu keluar dan mengalir dari kedua mataku.
Mengalir deras, tanpa suara rasa sedih, kecewa, sepi , marah aku lampiaskan
dalam tangis yang tak kunjung henti, air mata yang terus mengalir. Kudekapkan
mulutku, agar tidak sedikitpun suara tangisku terdengar meskipun aku sadar di
kuburan ini tidak banyak orang yang akan mendengar tangisan ku, tapi aku tetap
menangis.
Kreekk… terdengar suara
ranting pohon yang telah mengering diinjak sesuatu. Aku tidak memalingkan
wajah. Kurasakan sesuatu itu berjalan mendekat kearah ku dan berjongkok di
samping ku. Aku menoleh… dan disini dia tersenyum simpul mengusap puncak kepala
ku dan menghapus air mata ku.
Arka,
begitu orang-orang memanggilnya salah satu atasan dan teman akrab di kantor
tempat ku bekerja
“Belum
mau pulang ?” Tanya nya lembut. aku tidak menggubris pertanyaan nya
Hening.
Kami berdua sibuk dengan pikiran kami masing-masing
Aku
tidak mengerti perasaan apa yang aku rasakan saat ini, tadi aku sangat lah
hancur, sedih dan sakit. Tiba-tiba saat Arka datang semua rasa itu hilang yang
hadir hanya rasa tenang dan nyaman.
“Yuk
pergi, ada meeting kan hari ini ?” tanyaku memecah keheningan
Dia
hanya diam menatap ku yang membuat aku bingung
“Eh
yuk.. by the way meeting hari ini di cancel, jadi aku antar kamu pulang aja”
Aku
sedang tidak ingin bicara, jadi aku memilih diam dan berjalan di depan nya ke
arah mobil Arka.
Sekitar
15 menit perjalanan kami, akhirnya kami sampai di depan rumah ku, rumah yang
sengaja aku beli dengan ukuran yang tidak terlalu besar karena aku hanya
tinggal seorang diri
“
Thanks ka.. mau mampir ?”
“
Hmm ga usah aku langsung pulang aja”
“
Yaudah bye..”
“Bye”
Seperti
biasa Arka belum pergi sebelum melihat aku masuk kedalam rumah, setelah menutup
pagar aku berjalan ke dalam rumah
“Sampai
kapan nye ? sampai kapan lo terus-terusan gak bisa menerima keadaan ini ? kapan
lo bisa mengerti arti dari jarak dan waktu yang lo alami sekarang ini ? sampai
kapan Anye lo pura-pura kuat tapi nyatanya… nggak sama sekali. Please nye gue
mohon buka lembaran baru di hidup lo, jangan terus berkutat dengan kesedihan.
Cukup nye, cukup 2 tahun lo bersedih
atas kepergian Bila dan ibu lo ” teriak Arka dari depan mobil nya
Aku
menghentikan langkah ku seketika. Seketika itu pula air mata ku tumpah ruah.
Arka selalu mengerti aku ntah mengapa dia selalu bisa menyadarkan aku disaat
teburuk ku. Aku memutar badan sembari menghapus air mata ku.
“Maaf…
maaf…” hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir ku
Arka
membuka pagar dan mendekati ku, mengusap puncak kepala ku seperti biasa. Lagi,
dia berhasil membuat ku tersenyum lagi.
“
Gue mohon nye, lo harus mulai hidup lo lebih baik lagi. Oke ?!”
“Iyaaa”
sahut ku
“
oh iya nye” raut wajah Arka berubah serius “Gue… gue besok berangkat”
“
Bukannya meeting di bandung seminggu lagi ? kok besok ?”
“
Bukan bandung, tapi gue dipindah kerja di jepang selama 4 tahun”
Jlebbb…
baru saja dia berhasil mengembalikan senyuman ku dan sekarang dengan tiba-tiba
dia menghilangkannya
“Kenapa
baru bilang ?” tanya ku datar
“Maaf
nye, tapi apapun yang terjadi lo udah janji dengan perkataan gue tadi untuk
move on dari masa lalu lo, gue sayang dan cinta nye sama lo. Gue serius. Besok
gue flight jam 9 pagi kalo lo mau nganterin gue, maaf nyee”
Aku
bengong, aku gak tahu harus bagaimana semua terjadi begitu saja, tiba-tiba dan…
menyakitkan.
“Gue…
gak tahu harus ngomong apa, lo jahat ka sumpah jahat banget. Tapi… gue pegang
janji kita tadi dan satu lagi gue juga sayang dan cinta ga sama lo…”
Tanpa
pikir panjang Arka langsung memelukku erat-erat seakan tidak ingin aku lari dan
aku membalas pelukannya
“
Sekali lagi maafin aku nye”
Air
mata yang setengah mati aku tahan sedari tadi akhirnya tak terbendung lagi,
mengalir lah cairan bening itu di pipi ku.
Lagi.
Jarak dan waktu kembali menghampiri hidup ku. Dua hal itu memang akan selalu
ada mau sebagaimanapun kita menghargai waktu, mau sebagaimanapun kita menjaga
jarak. Jika yang ditakdirkan – Nya berbeda dari ekspetasi kita sebagai manusia
semua itu terjadi begitu saja. Memang benar adanya perlu ada jarak untuk kita
menghargai seseorang dan perlu ada waktu untuk kita menjadi lebih baik karena
waktu tidak bisa di putar kembali.
bagus, terus kembangkan bakatmu dan saya tunggu karya-karyamu yang lain. semangat menulis
BalasHapus